Selasa, 12 Januari 2016

The Secret - PROLOG


Prolog.

New York City, 2012.
“Malam ini kau akan menjadi milikku Mad,” bisik seorang pria di antara hingar bingarnya musik yang mengalun kencang di sebuah Club malam ternama. Sejak memasuki Club tadi pandangan mata pria itu memang hanya tertuju pada satu sosok wanita yang sengaja ia ikuti sejak wanita itu keluar dari apartemennya, untuk kemudian menghadiri acara reuni dengan teman-temannya di Club itu. Bukan tanpa alasan semua itu ia lakukan, akan tetapi semua dilandasi oleh rasa sakit hatinya pada sosok wanita itu yang telah menolak cinta dan lamarannya. Tampak wanita itu kini tengah bercengkrama dengan beberapa temannya, sesekali ia meneguk fruitpunch pesanannya karena memang ia tidak begitu suka dengan jenis minuman yang mengandung alkohol tinggi, meski usianya telah genap memasuki kepala tiga.
Pria yang biasa disapa dengan nama Jo itu sengaja mengambil tempat dilantai dua Club tersebut, dan tidak seperti kebiasaannya yang selalu ditemani beberapa wanita sexy di setiap kunjungannya. Akan tetapi malam itu ia memilih duduk sendiri dengan menolak beberapa wanita yang berusaha mendekat ke arah meja yang telah dipesannya. Hal itu ia lakukan semata-mata agar lebih leluasa mengawasi setiap gerak-gerik Madlyn-wanita yang tengah menjadi incarannya itu. Sementara sang Disc Jokey mulai beraksi dengan paduan musik menghentak yang lebih bersemangat dengan sesekali ia menyapa para pengunjung yang terlihat hampir memenuhi lantai dansa. Dan saat itu tampak Jo tengah memanggil seorang pelayan yang kebetulan lewat di hadapannya untuk mendekat padanya.
“Aku ada pekerjaan untukmu, dan aku akan membayarmu dengan layak tapi kau harus berhasil melakukannya dengan baik, apa kau setuju?” ucapnya setengah berbisik pada pria muda yang berprofesi sebagai pelayan penghantar minuman tersebut.
“Iya Tuan, apa yang dapat saya lakukan untuk anda?” balas pemuda itu.
“Kau lihat wanita dibawah itu, yang mengenakan gaun tanpa lengan berwarna hitam yang tengah bersama teman-temannya, ia duduk dekat Bar...” tunjuk Jo menginformasikan pada sang pelayan yang disambut dengan anggukan kepala.
“Buatlah minuman serupa dengan yang dinikmatinya dan tambahkan bubuk ini kedalam minuman itu sebelum kau memberikan padanya, dan pastikan ia meminumnya,” lanjut Jo menginstruksi seraya menyerahkan sebuah bungkusan plastik bening berisi bubuk putih ke tangan pelayan tadi.
“Dan ingat jangan sampai ada yang menghetahui tindakanmu, ini bayaranmu, sekarang pergilah dan jangan coba-coba menipuku kalau kau masih sayang nyawamu,” lanjutnya lagi yang juga disertai ancaman, sembari menyerahkan sebuah amplop yang dengan jelas terlihat berisi uang tunai karena bentuknya cukup tebal.
“Baik Tuan, saya mengerti, permisi” balas pelayan itu sebelum berlalu.
‘Bersiap-siaplah Mad, malam ini kita akan bersenang-senang’ batin Jo seraya menampakkan senyum jahatnya. Ia sangat berkeyakinan malam ini apa yang telah direncanakan jauh-jauh hari akan segera terlaksana, semua lantaran ia sudah terlalu lama mendamba wanita itu. Bukan sehari atau dua hari ia menguntit Madlyn namun hampir setiap hari selama setahun belakangan ini ia selalu memata-matai wanita yang sejak lama dipujanya itu, tapi sekaligus juga sangat dibencinya kini. Hingga ia memutuskan melaksanakan aksinya malam ini untuk merusak wanita itu dengan cara menjebak Madlyn untuk dapat menjadi miliknya walau hanya satu malam.
“Ayolah Mad, hanya segelas saja kau tidak akan mabuk, percaya padaku” desak Sarah, teman wanita tersebut yang sedari tadi tengah diapit oleh dua orang pria seperti kebiasaannya bila datang ke Club, seraya menawarkan segelas minuman yang baru saja ia tuang dari botol ketiga pesanannya.
“Benar Mad, ini sebagai bukti persahabatan kita,” sambung Christine teman lainnya yang tubuhnya sudah menjadi sasaran tangan jahil pria yang duduk disampingnya, terbukti dengan pakaiannya yang acak-acakan dan hampir memperlihatkan bagian tubuhnya yang seharusnya ia tutupi. Ia satu fakultas dengan Sarah, meski tidak begitu akrab tapi Madlyn cukup mengenalnya lantaran mereka pernah satu kampus dulu.
“C’mon Mad, jangan hanya meminum sari buah, jadikan malam ini pengecualian, bukankah kita sudah lama tidak bertemu” timpal Luise teman satu kampusnya juga namun lagi-lagi ia merupakan teman Sarah.
“Satu gelas saja Mad, please jangan ditolak, sekali-sekali kau butuh mabuk untuk melupakan rasa sakit atas kehilangan tunanganmu...” bujuk Sarah lagi yang tidak sengaja mengingatkan akan kesedihan Madlyn, mungkin karena ia sudah mulai mabuk. Sudah hampir delapan tahun ini Madlyn merasakan duka yang teramat dalam, akibat kematian Dastan-kekasihnya setelah hampir saja keduanya menikah, beberapa bulan sesudah kelulusan S2 mereka. Dan sejak saat itu pula hingga kini, Maddy selalu menjaga jarak dengan makhluk lawan jenisnya, karena ia masih belum bisa mengantikan sosok Dastan dihatinya.
“Sarah, sejak dulu kau memang tidak bisa menjaga mulutmu,” hardik Jessica sahabat yang cukup dekat dengannya dulu, namun setelah lulus kuliah mereka berpisah lantaran Jessy kembali ke Portland tempat orangtuanya tinggal, dan baru malam ini mereka semua mengadakan berkumpul setelah hampir delapan tahun terpisah dalam acara reuni yang diusulkan Sarah. Walau selama waktu tersebut mereka masih sesekali berkomunikasi dan saling menghetahui keadaan satu sama lain, meski jarak telah memisahkan mereka.
“Maaf Mad, aku tidak bermaksud...” ucap Sarah mengambang .
“Sudahlah tidak masalah, baiklah ini demi persahabatan kita dan untuk malam reuni kita, mari kita bersulang,” ucap Madlyn mencoba tegar seraya meraih dan meneguk minuman yang diberikan Sarah. Setelah itu ia kembali meminum minumannya sendiri lagi untuk menghilangkan rasa pahit vodka yang tidak pernah ia suka di mulutnya.
Hiruk-pikuk pengunjung Club itu bertambah ramai semakin malamnya, apalagi ditambah dentuman musik dengan irama menghentak sebagai pengiring para pengunjung yang sedari tadi masih asik memenuhi lantai dansa. Berpuluh pasangan muda-mudi, wanita-pria saling bergerak, mengoyangkan tubuh mereka mengikuti irama musik yang di pandu Disc Jokey, dengan gerakan tangan dan kaki yang tidak beraturan. Suasana bising disana membuat setiap orang terlena dengan dunianya masing-masing, sehingga sangat mendukung seseorang yang mempunyai niat buruk dapat terlaksana tanpa sepenghetahuan orang lain. Tidak lama kemudian tampak Madlyn yang mulai masuk ke dalam perangkap Jo, terbukti dengan gelas minuman yang diberikan oleh pelayan bayarannya tadi telah diteguknya, hingga menyisakan seperempat saja dari isi gelasnya.
“Bersiaplah Madlyn Antonio, aku akan menunggu sampai teman-temanmu itu lengah,” bisik Jo yang sejak tadi tidak melepaskan pandangannya dari sosok wanita itu.
Namun dibalik semua rencana yang telah ia susun dengan matang itu, Jo tidak menyadari jika dirinya pun tengah menjadi objek pengamatan oleh sesosok pria lain yang secara tidak sengaja menangkap gerak-gerik mencurigakan yang ia tunjukkan, ketika tadi sedang berbicara dengan pelayan yang dibayarnya. Pria tersebut duduk tidak jauh darinya, bersama seorang pengawal setianya yang duduk di dekatnya dan juga tiga orang wanita penghibur yang menemani acara minum mereka. Dan secara tidak langsung kelompok Madlyn yang menjadi objek pengawasan Jo itu kini juga telah menarik perhatiannya.
Kembali kelantai bawah, terlihat tiga orang dari teman Madlyn yang menjadi tampak beranjak pergi dengan masing-masing teman pria mereka, dan menyisakan ia dan Jessy yang sejak tadi terlihat sengaja menolak pria-pria yang mencoba mendekati mereka.
“Jes aku ke toilet sebentar ya?” ucap Madlyn pada Jessy yang sudah terlihat mabuk.
Dan melihat perubahan di wajah Jo, pria yang ikut memperhatikannya tadi jadi mengerti bahwa wanita bergaun hitam itulah target incaran Jo. Setelah menghetahui hal itu, maka ia berpamitan pada pengawalnya untuk turun ke lantai bawah dengan cara berbisik, dan meninggalkan para wanita yang sedari tadi coba merayunya pada sang pengawal.
“Mau kemana kau Mad?” tanya Jessy dengan tubuh yang terhuyung di sofa.
“Aku ke toilet dulu Jes, aku tidak akan lama” jawabnya kemudian.
“Ok tapi jangan lama-lama Mad, yang lain sudah pergi berkencan dengan one night stand mereka, kuharap kau satu-satunya sahabat yang masih mau menemaniku,” balas temannya yang bernama Jessica itu.
“Tampaknya kau sudah mabuk Jes, setelah aku kembali kita akan pulang, aku juga sudah merasa sedikit pusing,” sahutnya sebelum berlalu meninggalkan temannya yang terus meracau tidak jelas karena pengaruh alkohol yang tengah diminumnya sejak mereka tiba, entah sudah berapa gelas yang telah masuk ke dalam perutnya sepanjang malam itu.
‘Seharusnya aku tadi tidak menerima tawaran meminum vodka dari Sarah, mungkin sakit di kepalaku ini pengaruh dari minuman itu, tapi Sarah dan yang lain tadi sangat memaksaku untuk mencicipi minuman itu, ahh mengapa aku sebodoh ini?’ pikir wanita itu dalam perjalanannya ke toilet dengan sedikit terhuyung dan menyentuh kepalanya, dan ia tidak menyadari jika ada seorang pria dengan mata abu-abu tengah mengikutinya dari belakang dengan menjaga jarak darinya. Dan setelah wanita itu keluar dari dalam toilet, tiba-tiba saja serangan sakit dikepalanya semakin menjadi, dan juga ia merasa kedua kakinya sudah tidak kuat lagi menopang berat tubuhnya, hingga ia pun akhirnya kehilangan kesadaran dan terjatuh tepat di depan pintu toilet tersebut. Lalu dengan tidak berfikir lama pria yang berada dibelakangnya itu segera mengangkat tubuh lemah wanita itu menuju ke mobilnya melalui pintu belakang Club yang letaknya searah dengan toilet, namun sebelum ia mengemudikan mobilnya ia sempat menelpon seseorang.
“Brandon, tolong kau urus wanita mabuk yang tersisa di dalam tadi, gunakan taksi dan antarkan dia pulang sementara aku mengurus temannya...”.
“Siap Boss,” jawab suara diseberang telepon yang tak lain adalah pengawal setia dari pria bermata abu-abu itu.
Sementara di dalam Club tepatnya dilantai dua, Jo mulai tampak panik. Bagaimana tidak? karena sudah hampir setengah jam berlalu Madlyn belum juga kembali ke tempatnya, ditambah tadi ia melihat sesosok pria dengan tubuh kekar tengah mengendong teman wanitanya yang tengah tergeletak di sofa, dan membawanya pergi menuju pintu keluar Club. Maka dengan langkah tergesa Jo segera turun dan menuju ke arah toilet untuk mencari Madlyn, namun malam itu lagi-lagi kesialan yang ia dapatkan lantaran wanita tersebut sudah tidak ada di sana.


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CERPEN - MENGGENANG BIDADARI

     Samarinda hari ini gerimis      Meski kemarin sangat panas      Cuaca mudah sekali berubah      Seperti hati...      Yang selal...