Jumat, 12 Januari 2018

JIWA YANG TERSESAT - Ree Suwandi


PROLOG

Seperti yang sudah direncanakan pada hari sabtu itu, Eve dan Hana pergi mengunjungi festival kembang api di Sungai Sumida*. Hana sengaja mengajak sahabatnya  merayakan malam musim panas untuk refresing dan menghirup udara luar, sebab sudah seminggu Eve hanya berada di rumah selama masa pemulihannya.
Suasana festival begitu ramai, ratusan orang terlihat memadati area sepanjang jalan di tepi sungai yang dipenuhi berbagai stand bazaar yang berderet rapi. Hiruk pikuk orang yang berlalu-lalang semakin membuat Eve merasa jengah. Memang sejak awal ia sudah tidak tertarik dengan rencana sahabatnya yang ingin menghadiri acara perayaan tahunan itu.
Telebih mereka harus mengenakan yukata* yang mengingatkan Eve pada kedua orangtuanya, sebab merekalah yang selalu membelikan pakaian itu sebagai hadiah di setiap tahun. Bahkan Eve sempat menolak, tapi lagi-lagi ia menyerah kalah dengan bujuk rayu yang digencarkan oleh sahabatnya. Jadi disinilah dia sekarang!
Meski sempat dilarang pada tahun 60-an sampai 70-an dengan alasan keselamatan, pertunjukan Hanabi Matsuri sudah kembali diadakan sejak tahun 1978 sampai sekarang. Acara tahunan yang diadakan setiap hari sabtu terakhir di bulan Juni itu memang selalu menjadi salah satu pemberi kesenangan bagi ratuan orang dari ribuan warga yang bermukim di Tokyo. Tapi tahun ini Eve benar-benar tidak dapat menikmati acara perayaan itu seperti tahun-tahun sebelumnya, lantaran adanya lubang kosong di hatinya.
“Eve lihat ada stand gipsy, ayo kita kesana!” Hana menarik sahabatnya menuju tenda peramal yang ada di festival. Gadis itu memang sangat terobsesi pada hal-hal yang berhubungan dengan ramalan.
Eve yang sudah uring-uringan sejak persiapan hang-out mereka hanya mengekor pasrah. Entah kenapa sejak seminggu lalu ia sangat mudah merasa lelah, padahal sejak pulang dari rumah sakit kerjanya hanya beristirahat di rumah.
Sesampai di tenda itu, Hana langsung mengajak Eve duduk didepan seorang wanita dengan dandanan ala gipsy yang menghadapi bola kristal. Stand itu tampak menyeramkan dengan hiasan ornamen-ornamen aneh bernuansa mistis yang terdapat dimana-mana. Ditambah aroma dupa yang menguar di penjuru ruang sempit berukuran tidak lebih dari 2x2 meter persegi itu, membuat Eve merasa gelisah. Tapi demi sahabatnya yang terlihat sangat antusias, gadis itu coba menahan perasaan tidak nyaman yang dirasakannya. Apalagi tiba-tiba ia juga mulai merasakan sakit di bagian kepalanya setelah berada dalam ruangan tersebut.
Irasshaimase! (Selamat datang!) Apa yang bisa aku bantu untuk kalian, Nona-nona?” sapa wanita itu. Suaranya berat dan terdengar parau, padahal wanita itu tidak terlalu tua. 
Obasan*, bisa tolong ramal masa depan kami?” balas Hana yang disambut anggukan kepala si peramal. Wanita tersebut kemudian mengeluarkan sepaket kartu tarot dari sebuah kotak ukiran, lalu menyusun kartu-kartu itu di atas meja.
“Konsentrasikan apa yang ingin kamu lihat, lalu tunjuk tiga kartu!” selanjutnya ia meminta Hana memilih kartunya yang langsung dipisahkan dari kartu-kartu lainnya.
Sebelum menjelaskan apa yang tersirat dari kartu pilihan Hana, wanita itu beralih pandang menatap ke arah Eve. Matanya lalu menyipit, mengamati Eve dengan sorot aneh. “Apa kalian berdua bersaudara?” tanya wanita itu tanpa mengalihkan tatapannya.
Iie, watashi wa tomodachi? Nan desu ka? (Tidak, kami berteman? Memangnya kenapa?)”
Sou desu ka. (Begitu ya.) Ada yang tidak beres dengan dia? Tubuh sahabatmu dilingkupi aura gelap” ucap wanita peramal tersebut.
“Dia memang baru sembuh dari sakit, tapi sekarang Eve sudah baik-baik saja” jelas Hana ikut menatap sahabatnya.
“Bukan itu! Aku melihat ada sosok arwah yang bersemayam di tubuhnya, tampaknya seperti jiwa yang tersesat” perkataan si peramal benar-benar mengejutkan Hana. Bahkan gadis itu sempat tersingkap dan menggeser tubuh sedikit menjauh untuk lebih jelas meneliti tubuh sahabatnya.
Dan Eve yang sedari tadi diam pun merasa terganggu, lalu ikut buka suara. “Obasan, jangan asal bicara!”
“Itu benar, Nona. Ada jiwa yang tersesat dalam tubuhmu”
Usotsuki! (Pembohong!)” bentak Eve.
“Aku mengatakan yang sebenarnya, Nona” bantah si peramal bersikeras.
“Hana, ayo kita pergi dari sini! Wanita itu hanya seorang pembohong yang berpura-pura menjadi peramal” Gadis itu naik darah dan langsung beranjak dari tempat duduknya. Rasa sakit dikepalanya pun semakin menjadi sehingga ia sempat terhuyung.
“Eve, daijoubu? (Eve, apa kamu baik-baik saja?)” tanya Hana khawatir setelah ikut berdiri.
Un, ii desu ne! (Iya, ayo kita pergi!)”
“Percayalah! Kamu akan mengalami sesuatu yang berbahaya bersama sahabatmu itu. Aku bisa melihatnya dari kartu yang kamu pilih, Nona” peramal itu beralih menatap Hana, ia tetap bersikeras dengan pendapatnya.
“Omong kosong apa itu! Kamu bahkan tidak mengenalku, kenapa bisa mengatakan hal seperti itu. Kamu memang benar-benar pembohong” mata Eve terbakar amarah. Hana yang melihat itu semakin mengkhawatirkan keadaan sahabatnya.
“Sepertinya, apa yang dikatakan sahabat saya benar. Obasan tidak boleh sembarangan berkata seperti itu. Kami permisi, dan ini bayarannya” Hana meletakkan lembar 100 yen diatas meja, sebelum mengenggam tangan Eve dan membawanya keluar dari stand milik si peramal.
 Sebelum menjauh dari sana, mereka masih sempat mendengar suara bernada peringatan yang keluar dari mulut si peramal.
“Berhati-hatilah kalian berdua! Apa yang aku katakan itu benar!”
***
Sepulang dari festival, Eve masih terus terngiang ucapan wanita peramal yang mereka temui. Kini dalam posisi duduk di tepi tempat tidur sambil melepas yukata yang dikenakan, ia tampak tengah berpikir. Ia memang tidak percaya dengan apa yang didengarnya tentang arwah atau semacamnya yang diduga si peramal itu ada dalam tubuhnya. Tapi entah kenapa, tiba-tiba muncul keinginan dari lubuk hatinya untuk mempercayai perihal tersebut.
  Apakah memang makhluk tak kasat mata itu benar-benar ada di dunia ini? Karena selama ini ia tidak pernah percaya pada hal-hal semacam itu, menurutnya hantu, setan atau makhluk halus itu hanya sebatas cerita fiksi. Mereka hanya tokoh khayalan yang diciptakan dalam buku atau film oleh seorang penulis atau sutradara.
Bahkan selama ini ia tidak pernah sedikitpun tertarik pada buku juga film-film ber-genre horor, meski mereka sangat laris dipasaran dan menjadi trending topik di mana-mana. Bukan lantaran takut, namun lebih kepada keyakinan bahwa semua itu hanya cerita bualan semata, seperti contoh tokoh Sodako, Kayako, Ju-On dan teman-temannya yang sempat membuat dunia perfilman Jepang terkenal di seluruh dunia. Sedangkan favoritnya adalah fiksi karya ilmiah, biografi atau segala sesuatu yang berdasarkan fakta dan kehidupan nyata.
Tapi setelah diingat-ingat lagi! Semenjak ia tersadar dari koma akibat tindakan bodohnya, ia memang sempat merasakan ada yang aneh pada dirinya. Tapi bukankah itu hal yang wajar bagi seseorang yang baru mengalami tidur panjang.
Aahhh... semakin dipikirkan, kepalanya jadi semakin pusing. Eve segera beranjak menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum berangkat tidur. Tubuhnya sudah sangat-sangat lelah dan segera memerlukan  istirahat.
Namun saat sedang membasuh wajahnya di wastafel, tiba-tiba ia melihat pantulan sosok gadis berwajah pucat dengan rambut hitam panjang dari dalam cermin. Padahal jelas-jelas tidak ada siapapun di kamar mandi selain dirinya. Eve mengerjapkan matanya beberapa kali, ingin memastikan apa yang dilihatnya setelah membilas wajah.
Lagi-lagi ia tidak menemukan pantulan dirinya disana, melainkan wajah pucat seorang gadis tanpa ekspresi yang menatapnya intens. Eve pun tertegun sesaat, sampai akhirnya gambaran sosok gadis di dalam cermin itu berubah. Matanya tiba-tiba menghitam, lalu muncul aliran darah segar dari puncak kepala yang membanjiri wajah pucat tersebut bersamaan dengan gerak bibirnya yang mengucapkan kata...
Watashi o tasukete! (Tolong, aku!)”
Eve yang tersadar pun langsung berteriak histeris.
“AAAAAHH!!!!”
Lalu tubuhnya merosot jatuh terkulai dilantai kamar mandi. Gadis itu pingsan!

***
Glosarium.
Sungai Sumida (Jpn.) : sebuah distrik pemukiman tua dekat pusat kota Tokyo.
Yukata (Jpn.) : kimono musim panas

Obasan (Jpn.) : panggilan bibi untuk orang lain/yang tidak memiliki hubungan darah.

CERPEN - MENGGENANG BIDADARI

     Samarinda hari ini gerimis      Meski kemarin sangat panas      Cuaca mudah sekali berubah      Seperti hati...      Yang selal...