PROLOG
Seperti yang sudah direncanakan pada hari sabtu itu, Eve dan Hana pergi
mengunjungi festival kembang api di Sungai
Sumida*. Hana sengaja mengajak sahabatnya
merayakan malam musim panas untuk refresing dan menghirup udara
luar, sebab sudah seminggu Eve hanya berada di rumah selama masa pemulihannya.
Suasana
festival begitu ramai, ratusan orang terlihat memadati area sepanjang jalan di
tepi sungai yang dipenuhi berbagai stand
bazaar yang berderet rapi. Hiruk pikuk orang yang berlalu-lalang semakin
membuat Eve merasa jengah. Memang sejak awal ia sudah tidak tertarik dengan
rencana sahabatnya yang ingin menghadiri acara perayaan tahunan itu.
Telebih
mereka harus mengenakan yukata* yang
mengingatkan Eve pada kedua orangtuanya, sebab merekalah yang selalu membelikan
pakaian itu sebagai hadiah di setiap tahun. Bahkan Eve sempat menolak, tapi
lagi-lagi ia menyerah kalah dengan bujuk rayu yang digencarkan oleh sahabatnya.
Jadi disinilah dia sekarang!
Meski sempat
dilarang pada tahun 60-an sampai 70-an dengan alasan keselamatan, pertunjukan Hanabi Matsuri sudah kembali diadakan
sejak tahun 1978 sampai sekarang. Acara tahunan yang diadakan setiap hari sabtu
terakhir di bulan Juni itu memang selalu menjadi salah satu pemberi kesenangan
bagi ratuan orang dari ribuan warga yang bermukim di Tokyo. Tapi tahun ini Eve
benar-benar tidak dapat menikmati acara perayaan itu seperti tahun-tahun
sebelumnya, lantaran adanya lubang kosong di hatinya.
“Eve lihat
ada stand gipsy, ayo kita kesana!”
Hana menarik sahabatnya menuju tenda peramal yang ada di festival. Gadis itu
memang sangat terobsesi pada hal-hal yang berhubungan dengan ramalan.
Eve yang
sudah uring-uringan sejak persiapan hang-out
mereka hanya mengekor pasrah. Entah kenapa sejak seminggu lalu ia sangat mudah
merasa lelah, padahal sejak pulang dari rumah sakit kerjanya hanya beristirahat
di rumah.
Sesampai di
tenda itu, Hana langsung mengajak Eve duduk didepan seorang wanita dengan
dandanan ala gipsy yang menghadapi bola kristal. Stand itu tampak menyeramkan dengan hiasan ornamen-ornamen aneh
bernuansa mistis yang terdapat dimana-mana. Ditambah aroma dupa yang menguar di
penjuru ruang sempit berukuran tidak lebih dari 2x2 meter persegi itu, membuat
Eve merasa gelisah. Tapi demi sahabatnya yang terlihat sangat antusias, gadis
itu coba menahan perasaan tidak nyaman yang dirasakannya. Apalagi tiba-tiba ia
juga mulai merasakan sakit di bagian kepalanya setelah berada dalam ruangan
tersebut.
“Irasshaimase! (Selamat datang!) Apa yang
bisa aku bantu untuk kalian, Nona-nona?” sapa wanita itu. Suaranya berat dan
terdengar parau, padahal wanita itu tidak terlalu tua.
“Obasan*, bisa tolong ramal masa depan
kami?” balas Hana yang disambut anggukan kepala si peramal. Wanita tersebut
kemudian mengeluarkan sepaket kartu tarot dari sebuah kotak ukiran, lalu
menyusun kartu-kartu itu di atas meja.
“Konsentrasikan
apa yang ingin kamu lihat, lalu tunjuk tiga kartu!” selanjutnya ia meminta Hana
memilih kartunya yang langsung dipisahkan dari kartu-kartu lainnya.
Sebelum
menjelaskan apa yang tersirat dari kartu pilihan Hana, wanita itu beralih
pandang menatap ke arah Eve. Matanya lalu menyipit, mengamati Eve dengan sorot
aneh. “Apa kalian berdua bersaudara?” tanya wanita itu tanpa mengalihkan
tatapannya.
“Iie, watashi wa tomodachi? Nan desu ka? (Tidak,
kami berteman? Memangnya kenapa?)”
“Sou desu ka. (Begitu ya.) Ada yang tidak
beres dengan dia? Tubuh sahabatmu dilingkupi aura gelap” ucap wanita peramal
tersebut.
“Dia memang
baru sembuh dari sakit, tapi sekarang Eve sudah baik-baik saja” jelas Hana ikut
menatap sahabatnya.
“Bukan itu!
Aku melihat ada sosok arwah yang bersemayam di tubuhnya, tampaknya seperti jiwa
yang tersesat” perkataan si peramal benar-benar mengejutkan Hana. Bahkan gadis
itu sempat tersingkap dan menggeser tubuh sedikit menjauh untuk lebih jelas
meneliti tubuh sahabatnya.
Dan Eve yang
sedari tadi diam pun merasa terganggu, lalu ikut buka suara. “Obasan, jangan asal bicara!”
“Itu benar,
Nona. Ada jiwa yang tersesat dalam tubuhmu”
“Usotsuki! (Pembohong!)” bentak Eve.
“Aku
mengatakan yang sebenarnya, Nona” bantah si peramal bersikeras.
“Hana, ayo
kita pergi dari sini! Wanita itu hanya seorang pembohong yang berpura-pura
menjadi peramal” Gadis itu naik darah dan langsung beranjak dari tempat
duduknya. Rasa sakit dikepalanya pun semakin menjadi sehingga ia sempat
terhuyung.
“Eve, daijoubu? (Eve, apa kamu baik-baik
saja?)” tanya Hana khawatir setelah ikut berdiri.
“Un, ii desu ne! (Iya, ayo kita pergi!)”
“Percayalah!
Kamu akan mengalami sesuatu yang berbahaya bersama sahabatmu itu. Aku bisa
melihatnya dari kartu yang kamu pilih, Nona” peramal itu beralih menatap Hana,
ia tetap bersikeras dengan pendapatnya.
“Omong
kosong apa itu! Kamu bahkan tidak mengenalku, kenapa bisa mengatakan hal
seperti itu. Kamu memang benar-benar pembohong” mata Eve terbakar amarah. Hana
yang melihat itu semakin mengkhawatirkan keadaan sahabatnya.
“Sepertinya,
apa yang dikatakan sahabat saya benar. Obasan
tidak boleh sembarangan berkata seperti itu. Kami permisi, dan ini bayarannya”
Hana meletakkan lembar 100 yen diatas
meja, sebelum mengenggam tangan Eve dan membawanya keluar dari stand milik si peramal.
Sebelum menjauh dari sana, mereka masih sempat
mendengar suara bernada peringatan yang keluar dari mulut si peramal.
“Berhati-hatilah
kalian berdua! Apa yang aku katakan itu benar!”
***
Sepulang
dari festival, Eve masih terus terngiang ucapan wanita peramal yang mereka
temui. Kini dalam posisi duduk di tepi tempat tidur sambil melepas yukata yang dikenakan, ia tampak tengah
berpikir. Ia memang tidak percaya dengan apa yang didengarnya tentang arwah
atau semacamnya yang diduga si peramal itu ada dalam tubuhnya. Tapi entah
kenapa, tiba-tiba muncul keinginan dari lubuk hatinya untuk mempercayai perihal
tersebut.
Apakah memang makhluk tak kasat mata itu
benar-benar ada di dunia ini? Karena selama ini ia tidak pernah percaya pada
hal-hal semacam itu, menurutnya hantu, setan atau makhluk halus itu hanya
sebatas cerita fiksi. Mereka hanya tokoh khayalan yang diciptakan dalam buku
atau film oleh seorang penulis atau sutradara.
Bahkan
selama ini ia tidak pernah sedikitpun tertarik pada buku juga film-film ber-genre horor, meski mereka sangat laris
dipasaran dan menjadi trending topik
di mana-mana. Bukan lantaran takut, namun lebih kepada keyakinan bahwa semua
itu hanya cerita bualan semata, seperti contoh tokoh Sodako, Kayako, Ju-On dan teman-temannya yang sempat membuat dunia
perfilman Jepang terkenal di seluruh dunia. Sedangkan favoritnya adalah fiksi
karya ilmiah, biografi atau segala sesuatu yang berdasarkan fakta dan kehidupan
nyata.
Tapi setelah
diingat-ingat lagi! Semenjak ia tersadar dari koma akibat tindakan bodohnya, ia
memang sempat merasakan ada yang aneh pada dirinya. Tapi bukankah itu hal yang
wajar bagi seseorang yang baru mengalami tidur panjang.
Aahhh...
semakin dipikirkan, kepalanya jadi semakin pusing. Eve segera beranjak menuju
ke kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum berangkat tidur. Tubuhnya sudah
sangat-sangat lelah dan segera memerlukan
istirahat.
Namun saat
sedang membasuh wajahnya di wastafel, tiba-tiba ia melihat pantulan sosok gadis
berwajah pucat dengan rambut hitam panjang dari dalam cermin. Padahal
jelas-jelas tidak ada siapapun di kamar mandi selain dirinya. Eve mengerjapkan
matanya beberapa kali, ingin memastikan apa yang dilihatnya setelah membilas
wajah.
Lagi-lagi ia
tidak menemukan pantulan dirinya disana, melainkan wajah pucat seorang gadis
tanpa ekspresi yang menatapnya intens.
Eve pun tertegun sesaat, sampai akhirnya gambaran sosok gadis di dalam cermin
itu berubah. Matanya tiba-tiba menghitam, lalu muncul aliran darah segar dari
puncak kepala yang membanjiri wajah pucat tersebut bersamaan dengan gerak
bibirnya yang mengucapkan kata...
“Watashi o tasukete! (Tolong, aku!)”
Eve yang
tersadar pun langsung berteriak histeris.
“AAAAAHH!!!!”
Lalu
tubuhnya merosot jatuh terkulai dilantai kamar mandi. Gadis itu pingsan!
***
Glosarium.
Sungai Sumida (Jpn.) : sebuah distrik pemukiman tua dekat
pusat kota Tokyo.
Yukata (Jpn.) : kimono musim panas
Obasan (Jpn.) : panggilan bibi untuk orang lain/yang tidak
memiliki hubungan darah.