SESAL
“Ketika seorang wanita telah berputus asa, hatinya diibaratkan seperti daun
pintu. Sehingga setiap orang yang datang menghampirinya bisa mengerakkannya ke
kiri dan ke kanan dengan sesuka hati...”
Januari Putra Mandala sebenarnya belum ingin menikah.
Laki-laki yang akrab disapa Ari itu merasa sangat nyaman menjalani kehidupan
seorang lajang. Bebas tanpa ikatan dan tidak harus dipusingkan dengan segala
macam permasalahan antar pasangan.
Apa Ari tidak menyukai wanita? Jawabannya tentu tidak. Ari sangat memuja
kaum hawa, hanya saja Ari tidak pernah menjalin satu hubungan serius dengan
mereka. Baginya wanita hanya sekedar
hiburan diwaktu sengang. Apalagi dengan wajah tampan yang ia miliki, banyak
sekali wanita yang terjerat pesonanya. Sampai-sampai mereka dengan sukarela melemparkan
diri ke pangkuannya, meski mereka tahu bahwa Ari hanya mengambil manfaat untuk
dirinya saja.
Tapi permintaan sang nenek untuk segera memiliki pendamping, membuat Ari
tak kuasa menolak. Bagi Ari, nenek Mariyam adalah segalanya. Sebab sejak
kehilangan kedua orangtuanya, beliaulah yang setia disampingnya. Mariyam
menjaga dan mengasuh Ari dengan segenap cinta yang ia miliki, bahkan cenderung
terlalu memanjakannya. Karena memang Ari juga merupakan satu-satunya cucu yang
ia punya dari mendiang putranya.
Awalnya Ari sempat menolak, setiap kali Mariyam menyodorkan foto
gadis-gadis yang dibawa Madam Lisa- mak comblang yang diminta sang nenek
mencarikan gadis yang cocok untuknya. Dengan alasan ia masih sanggup untuk
mencari calon istri sendiri. Tapi entah mengapa, setelah ia melihat satu foto
yang diletakan ditangannya. Sosok gadis berhijab yang memiliki wajah ayu khas
mojang priangan bernama Mayang Sasmitha hatinya terusik.
Ada getaran aneh yang ia rasakan saat menatap wajah gadis dalam foto itu,
hingga Ari pun menyatakan ketertarikan
pada Mayang pada sang nenek. Tentu saja Mariyam sangat gembira, lalu beliau pun
mengutus Lisa untuk segera menghubungi keluarga gadis tersebut, untuk menyampaikan
niat baiknya. Dan gayung pun bersambut, kedua orangtua Mayang ternyata juga
sangat ingin putri tunggalnya segera menikah.
Sampai tibalah hari dimana Ari bersama Mariyam datang berkunjung ke rumah
keluarga Mayang. Mereka disambut hangat oleh kedua orangtua si gadis. Keduanya
sangat bahagia dan merasa terhormat dengan kedatangan Ari dan neneknya, sebab
sudah sejak lama orangtua Mayang mengharapkan kehadiran seseorang yang akan
meminang anak gadis mereka.
Bagaimana tidak? Saat ini usia Mayang sudah memasuki kepala tiga, dan masih
berstatus singel. Padahal sudah banyak laki-laki yang datang pada mereka, tapi
tidak ada satu pun yang berhasil menyunting putri semata wayang mereka. Hanya
karena Mayang berpendidikan tinggi, mapan dan terlalu mandiri. Ia berprofesi
sebagai seorang pengacara yang sibuk, hingga dianggap kurang cocok untuk
dijadikan istri yang penurut pada suami. Alasan yang sedikit aneh dan tidak
masuk akal!
Jadi sebelum kedatangan Mariyam dan Januari, Sasmitha Nugraha- ayah Mayang sudah
mewanti-wanti anak gadisnya untuk tidak mengungkapkan hal-hal yang akan membuat
calon peminang kali ini ‘kabur. Sampai-sampai saat berada di ruang tamu Mayang langsung
menjadi pendiam, ia seolah terasing di dalam rumahnya sendiri. Sangat
memprihatinkan, karena beban perasaan yang ditanggungnya.
Dan walau Mayang juga tidak banyak mengangkat kepalanya, tapi lemparan
pandang yang sesekali dilakukannya cukup memberitahu bahwa Januari sedang
melihat, meneliti dan menilai dirinya. Tatapan mata laki-laki itu sangat tajam
dengan penuh ketakjuban, terpesona paras ayu calon wanitanya.
Sampai akhirnya kedua orangtua Mayang mengajak Mariyam menuju ke ruang
keluarga untuk memberikan keluasan waktu dan kebebasan bagi keduanya. Barulah
Ari memulai sesi tanya jawabnya, setelah di ruangan itu hanya tertinggal mereka
berdua. Ia banyak mengarahkan percakapan, sebab gadis di depannya terlihat
sangat pendiam. Ari pun bertanya seputar hal-hal kecil seperti hobi, makanan
favorit, dan sejenisnya yang selalu dijawab dengan singkat oleh Mayang.
Sampai ia merasa lelah dan sedikit kesal. Mungkin juga kehabisan materi
pembicaraan. Hingga akhirnya Ari pun berkata, “Apa kamu tidak ingin bertanya
atau menghetahui sesuatu tentang aku?” dan Mayang hanya menjawabnya dengan
gelengan kepala.
“Oh tidak! Please Yang, tanyalah
atau ucapkanlah sesuatu atas inisiatifmu sendiri. Aku benar-benar ingin
mengenalmu, sebab sudah kuputuskan kamulah gadis yang aku pilih dan mau kujadikan
pendamping hidup...” Ari sedikit memaksa.
Dan ia sengaja menggunakan panggilan ‘Yang untuk menarik perhatian Mayang
meski ia tahu gadis itu biasa disapa May. Tapi bukan seorang Januari kalau
tidak bisa membuat hati wanita melayang.
Mayang berpikir sejenak sebelum menjawab, “Aku hanya ingin memberitahumu
kalau usiaku lebih tua darimu, jadi apa kau masih mau denganku?” ucapnya pelan
dan sangat hati-hati.
“Aku sudah tahu, itu bukan masalah. Hanya tiga tahun, jangan dipikirkan.
Kamu itu baby face, Sayang. Karena
itu aku langsung falling in love sama
kamu, meski hanya melihat fotomu” Ari menjawab sambil tersenyum mengoda.
“Oh iya, apa kamu tidak keberatan tentang pekerjaanku? Maksudku... kamu
tau, aku seorang businessman yang
sering berpergian ke luar negeri?” lanjut Ari bertanya yang disambut gelengan
kepala lagi.
“Kenapa aku harus keberatan? Itu profesimu dan aku menghormati apa yang kau
lakukan” ucap Mayang kemudian.
Mendengar itu Januari kembali tersenyum seraya meraih tangan Mayang dan
mengecupnya lembut. “Sepertinya aku tidak salah memilihmu, Sayang. Kamu pasti
akan menjadi istri yang sangat pengertian” pujinya.
Dan Mayang pun akhirnya mulai merasakan ketertarikan juga pada sosok
laki-laki tampan itu, meski pada awal pertemuan tadi ia sangat pesimis akan
keberhasilan hubungan diantara mereka. Sebab ia sudah sering kali menelan
kekecewaan dengan proses perkenalan yang dijalaninya.
Terlebih saat mereka tahu apa pekerjaannya pada tahap penjajakan, itu yang
sering membuat para lelaki di dekatnya perlahan menjauh. Tapi bukankah suatu
hubungan memang harus didasari oleh kejujuran? Ia tidak berniat menyembunyikan
sesuatu apapun dari laki-laki yang ingin meminangnya, walau konsekuensi
terburuknya ia akan gagal menikah lagi. Sebab kebanyakan laki-laki tidak
menginginkan seorang istri yang dianggap terlalu pintar dan mandiri melebihi
dirinya sendiri.
Dan untuk menghetahui apakah Ari akan bersikap sama seperti laki-laki
dimasa lalunya atau tidak, Mayang pun memutuskan untuk memberitahukan
profesinya saat itu juga. Ia tidak ingin menunda-nunda seperti yang dipesankan
ayahnya, sebab menurutnya hal itu akan sama saja. Cepat atau lambat calon
suaminya akan tahu kalau ia seorang pengacara yang telah memiliki firma hukum
sendiri.
Jadi Mayang pun memberanikan diri bertanya pada Ari. “Apa kau juga sudah
tau tentang pekerjaanku?”.
“Madam Lisa mengatakan kamu seorang pengacara. Apa itu tidak benar?” Mayang
cukup terkejut dengan jawaban Januari, sebab awalnya ia khawatir kalau
pertanyaan itu akan mengecewakan Ari dan membuatnya pergi.
“Jadi kau tidak masalah dengan itu?” lanjut Mayang lagi..
Ari pun mengangguk, “Aku suka dengan perempuan yang pintar dan mandiri,
jadi aku tidak keberatan mempunyai istri yang bekerja. Malah aku akan bangga
karena memiliki pasangan seorang pengacara yang sukses...” dan perkataan
Januari itu langsung membuat Mayang tersenyum.
Perempuan tersebut benar-benar merasa lega, seolah beban berat di pundaknya
telah terangkat. Segala kecemasan yang dirasakan sebelumnya tiba-tiba
menghilang, dengan penerimaan Ari soal pekerjaannya.
***
Setelah perkenalannya dengan Januari hari itu, ponsel Mayang kini lebih
sering berdering. Dalam sehari, Ari bisa menghubunginya sampai puluhan kali.
Dimulai waktu Mayang bangun tidur sebagai pembuka hari, sampai menjelang saat
ia akan berangkat bekerja. Berlanjut disela waktu kerjanya, hingga percakapan
panjang yang mereka lakukan dimalam hari untuk menutup hari. Bahkan dilarut
malam, sesekali pria itu masih mengusiknya dengan obrolan omong kosong sebagai
lagu penghantar tidur Mayang.
Hari-hari Mayang belakangan ini selalu diwarnai kebahagiaan. Sebab Januari
tidak hanya menunjukan rasa cintanya melalui lisannya saja, namun laki-laki itu
mulai sering datang berkunjung ke kantor Mayang. Mengajak makan siang berdua,
atau sekedar menjemput dan menghantarnya pulang. Selain itu Ari pun hampir
setiap hari mengiriminya buket bunga mawar merah untuk mewakili perasaannya
pada wanita itu.
Sikap Ari itu sering membuat rekan-rekan kerjanya merasa iri, terlebih
sahabatnya- Delia yang juga merupakan salah satu pendiri firma hukum mereka.
Delia mengatakan Mayang adalah wanita yang sangat beruntung memiliki calon
suami yang begitu perhatian dan juga tampan.
“Andai saja suamiku juga bisa bersikap romantis seperti Ari-mu itu, May”
curhat Delia satu hari usai melihat sahabatnya lagi-lagi menerima kiriman buket
bunga favoritnya.
“Tapi bukankah Doni selalu memasak untukmu, Del?” balas Mayang seraya
menyebut nama suami sahabatnya.
“Iya itu karena dia memang seorang chef, jadi masakannya yang lebih enak
dinikmati daripada hasil ekperimenku yang selalu gagal”.
“Tapi bisa jadi itu cara Doni menunjukan cintanya, Del. Setiap orang kan
punya cara sendiri dan berbeda satu sama lainnya” lanjut Mayang.
“Ah, sudahlah... Kau memang beruntung May, aku do’akan semoga kalian
benar-benar bisa menjadi pasangan nanti. Tapi ingat! Kau juga harus tetap
berhati-hati, sebab biasanya pria tampan itu seorang womanizer”.
Dan tidak terasa sampailah kini, ikatan perjodohan Mayang dan Januari
diresmikan. Tepatnya setelah hampir sebulan masa pendekatan, mereka berdua
menyelenggarakan pesta pertunangan mewah. Acara tersebut diadakan di salah satu
hotel bintang lima di kota, dengan mengandeng sebuah party organizers ternama sebagai penanggung jawab.
Mayang terlihat sangat cantik dalam balutan gaun desainer lengkap dengan
hijab yang diatur sedemikian rupa, begitu juga Ari yang tampak gagah dengan
setelannya yang di pesan khusus. Pesta tersebut memang tidak dihadiri banyak
tamu, sebab hanya keluarga dan kerabat dekat keduanya saja yang diundang. Tapi
meski begitu tidak mengurangi kebahagiaan yang terpancar dari wajah Mayang
bersama kedua orangtuanya, begitu juga Mariyam yang selalu menyungingkan senyumannya.
Karena mereka sudah sangat lama menantikan datangnya moment bahagia tersebut.
“Nenek sudah tidak sabar menyaksikan pesta pernikahan kalian nanti...”
ujarnya saat menghampiri kedua bintang acara malam itu.
“Itu tidak lama lagi, Nek” balas Januari seraya mengenggam tangan
tunangannya.
“Apa kalian benar-benar tidak bisa mempercepatnya jadi bulan depan saja,
Nak. Nenek sudah ingin cepat-cepat kalian menikah dan segera memberi aku
cicit”.
“Tiga bulan tidak lama Nek, bersabarlah! Lagipula saat ini aku dan Mayang
masih harus menyelesaikan pekerjaan kami dulu sebelum memutuskan cuti”.
Yah, pasangan itu memang baru akan meresmikan hubungan mereka ke jenjang
pernikahan tiga bulan kedepan. Walau pihak keluarga sebenarnya ingin keduanya
bisa langsung menyelenggarakan pernikahan tidak lama setelah acara pertunangan,
namun keinginan tersebut harus pupus karena kesepakatan sang calon mempelai.
***
Waktu pun berlalu, tanpa terasa tinggal satu bulan lagi pasangan Januari
dan Mayang akan mengikat janji suci mereka. Selama dua bulan ini, hubungan
keduanya pun terlihat semakin dekat.
Sudah beberapa kali Mayang menginap di rumah Ari atas permintaan sang
nenek. Begitu juga Januari yang juga terbiasa berada di kediaman orangtua
Mayang. Bahkan sekarang Sasmitha telah benar-benar mempercayakan putri
tunggalnya itu pada Januari. Pria itu mempelakukan Ari seolah-olah sudah
menjadi menantunya, meski terkadang sikapnya mendapat pertentangan dari Wulan-
istrinya.
“Apa Abah nggak terlalu berlebihan, ngasih izin Nak Ari menginap disini?”
itu pendapat ibu Mayang saat suaminya tidak membiarkan tunangan putrinya pulang
setelah acara makan malam di rumah mereka.
“Nggak apa-apa, Bu. Toh sebentar lagi mereka sudah mau menikah” jawab
Sasmitha santai.
“Tapi Bah, Nak Ari itu belum jadi suaminya May. Gimana kalau terjadi
sesuatu?” Wulan tetap bersikeras.
“Sudahlah Bu. Mereka berdua sudah dewasa, jadi pasti tau batasannya.
Lagipula mereka kan tidak tidur dalam satu kamar!”.
“Iya Abah, tapi kamar tamu kan nggak jauh dengan kamarnya May...”.
“Kamu nggak usah berpikir yang bukan-bukan. Nak Ari itu laki-laki
terhormat, jadi nggak mungkin macam-macam sama anak kita”.
Itulah perdebatan yang terjadi dua minggu yang lalu, dan Wulan tidak bisa
berbuat apa-apa walau dalam hatinya terbersit kekhawatiran.
Dan malam ini, Ari kembali menginap di rumah tunangannya. Namun yang
membedakan, kedua orangtua Mayang tidak berada disana. Sasmitha dan Wulan
sedang menghadiri undangan kerabat mereka di Bogor. Meski saat meminta izin
Wulan kembali menentang, tapi seperti sebelumnya ia tak kuasa melawan titah
sang suami.
“Sayang, besok aku harus ke Dubai untuk mengurus bisnis, aku pasti akan
sangat merindukanmu” ucap Ari saat keduanya sedang bersantai setelah makan
malam sembari menonton film dari DVD.
“Tapi kau akan pulang sebelum hari pernikahan kita kan?” sahut Mayang yang
bergelung manja disampingnya.
“Tentu Sayang, aku akan berusaha menyelesaikan pekerjaanku secepat mungkin.
Lagipula sekarang aku sudah sangat ketergantungan berada didekatmu, Sayang” Ari
membalas memeluk tunangannya.
Kemudian obrolan mereka pun berlanjut, diselingi canda-tawa, saling
melempar rayuan dan tidak ketinggalan pembahasan tentang persiapan pernikahan
keduanya. Hingga berkembang pada pengalaman Mayang merasakan ciuman pertamanya.
Ari memang sudah terbiasa untuk mencium pipi kanan dan kiri tunangannya
disetiap kesempatan, seiring kedekatan mereka setelah cincin pertunangan
tersemat dijari Mayang.
Tetapi malam itu, Januari memberi wanita yang akan dinikahinya sebuah
ciuman yang berbeda dan lebih hangat. Nampaknya mereka terbawa suasana romantis
film yang sedang mereka tonton. Sampai-sampai keduanya tidak menyadari bahaya
bisikan setan yang sedang mengancam mereka.
Hingga akhirnya Ari berhasil melakukan apa yang sangat dikehendaki
laki-laki saat bersama seorang wanita tanpa adanya halangan sedikitpun. Meski
pada awalnya Mayang sempat mengelak, akan tetapi godaan iblis ternyata lebih
kuat. Ditambah lagi terbersit pikiran, bagaimana jika Ari akan marah dan
membencinya kalau sampai ia menolak. Maka yang terjadi malam itu, terjadilah!
***
Seminggu berlalu, tapi Mayang kehilangan kontak dengan
Januari. Sebab setelah malam itu, keesokkan harinya Ari langsung pamit untuk
melakukan perjalanan bisnis. Dan sejak saat itu ponsel Ari menjadi tidak aktif.
Mayang juga telah mencoba menghubungi tunangannya dengan mengirim surel, tapi
tidak satu pun yang dibalas.
Berbagai macam pertanyaan memenuhi kepala Mayang,
bersamaan rasa cemas, khawatir dan takut yang menghantuinya. ‘Apakah Ari baik-baik saja disana, tapi
mengapa tidak memberinya kabar? Apakah ia sengaja mematikan ponselnya agar
lebih berkonsentrasi dengan pekerjaannya? Apa yang sebenarnya terjadi di Dubai?
Atau apakah Ari telah berubah pikiran, karena penyerahan dirinya pada malam
itu? Apakah kejadian malam itu adalah sebuah kesalahan, sebab Ari sedang
menguji dirinya? Dan ia gagal dalan ujian tersebut, sehingga Ari memutuskan
untuk mengakhiri pertunangan mereka.’ Mayang benar-benar menjadi gila
dengan semua kegundahannya, sebab ia tidak juga mendapat jawaban atas semua
pertanyaan itu.
Saat itu Mayang memang tidak menghubungi Mariyam, atau
memberitahukan kekalutan hatinya pada kedua orangtuanya. Sebab mereka semua
tahu bahwa laki-laki itu sedang berada di luar negeri untuk sebuah pekerjaan.
Dan sangat tidak mungkin bagi Mayang menceritakan apa yang sudah ia lakukan
pada mereka, bahwa ia telah kehilangan kesuciannya.
Yah, Mayang benar-benar binggung sebab ia sudah tidak
tahu harus berbuat apa lagi. Sekarang yang bisa ia dilakukan hanya menunggu
sampai Ari pulang dan kembali menghubunginya. Tetapi sampai seminggu menjelang
gelaran acara pernikahan mereka, ternyata Januari masih belum juga menunjukan
dirinya.
Hingga kedua orangtuanya bertanya dimana keberadaan calon mempelai
laki-laki, namun Mayang tidak bisa menjawab. Lalu sebuah email diterima, isinya
tentang keputusan Ari membatalkan pernikahan mereka dan memutus tali
pertunangannya dengan Mayang.
Sasmitha dan Wulan sangat terkejut dengan kabar tersebut, keduanya
benar-benar tidak mengerti alasan dibalik keputusan pria yang sudah mereka
anggap sebagai menantu tersebut.
Mengapa ia sampai hati berbuat seperti itu, dan mempermalukan keluarga
mereka?
Kemudian dengan amarah membara, keluarga Sasmitha
mendatangi kediaman Mariyam untuk mencari jawaban. Tetapi ternyata disana pun
mereka tidak dapat menemukan apapun, bahkan Mariyam juga merasa terkejut dan
marah dengan apa yang disampaikan Sasmitha.
Namun dengan berbesar hati wanita tua itu tulus meminta maaf, atas perbuatan
cucu kesayangannya. Meski dirinya juga harus menanggung malu akibat pembatalan
pesta pernikahan yang sudah diambang pintu.
Sementara Mayang hanya bisa menangis dan mengurung diri.
Penyesalan mengerogoti batinnya, karena telah terpedaya oleh tipu daya dunia.
Ia tidak menyangka takdir hidupnya demikian cepat berubah, hanya sekejap ia
merasakan bahagia.
Indah yang diharap dapat berlangsung selamanya, namun ternyata kebahagian
itu semu belaka. Mayang benar-benar hancur, rasa sesalnya tidak jua kunjung
hilang bersama dengan rahasia yang harus ditutupnya rapat-rapat.
Meski begitu jauh dilubuk hatinya, ia masih berharap
mendapat penjelasan tentang apa yang telah menimpa dirinya. Mayang sangat ingin
tahu apa yang menyebabkan Ari sampai hati berbuat sedemikian jahat padanya,
walau itu akan membutuhkan waktu.
Entah sampai kapan ia harus menunggu kebenaran akan terungkap, dan segala
pertanyaan akan menemukan jawabannya.
Wallahu A’lam.