Prolog.
New
York City, 2012.
“Malam
ini kau akan menjadi milikku Mad,” bisik seorang pria di antara hingar
bingarnya musik yang mengalun kencang di sebuah Club malam ternama. Sejak
memasuki Club tadi pandangan mata pria itu memang hanya tertuju pada satu sosok
wanita yang sengaja ia ikuti sejak wanita itu keluar dari apartemennya, untuk
kemudian menghadiri acara reuni dengan teman-temannya di Club itu. Bukan tanpa
alasan semua itu ia lakukan, akan tetapi semua dilandasi oleh rasa sakit
hatinya pada sosok wanita itu yang telah menolak cinta dan lamarannya. Tampak
wanita itu kini tengah bercengkrama dengan beberapa temannya, sesekali ia
meneguk fruitpunch pesanannya karena memang ia tidak begitu suka dengan jenis
minuman yang mengandung alkohol tinggi, meski usianya telah genap memasuki
kepala tiga.
Pria
yang biasa disapa dengan nama Jo itu sengaja mengambil tempat dilantai dua Club
tersebut, dan tidak seperti kebiasaannya yang selalu ditemani beberapa wanita
sexy di setiap kunjungannya. Akan tetapi malam itu ia memilih duduk sendiri
dengan menolak beberapa wanita yang berusaha mendekat ke arah meja yang telah
dipesannya. Hal itu ia lakukan semata-mata agar lebih leluasa mengawasi setiap
gerak-gerik Madlyn-wanita yang tengah menjadi incarannya itu. Sementara sang
Disc Jokey mulai beraksi dengan paduan musik menghentak yang lebih bersemangat
dengan sesekali ia menyapa para pengunjung yang terlihat hampir memenuhi lantai
dansa. Dan saat itu tampak Jo tengah memanggil seorang pelayan yang kebetulan
lewat di hadapannya untuk mendekat padanya.
“Aku
ada pekerjaan untukmu, dan aku akan membayarmu dengan layak tapi kau harus berhasil
melakukannya dengan baik, apa kau setuju?” ucapnya setengah berbisik pada pria
muda yang berprofesi sebagai pelayan penghantar minuman tersebut.
“Iya
Tuan, apa yang dapat saya lakukan untuk anda?” balas pemuda itu.
“Kau
lihat wanita dibawah itu, yang mengenakan gaun tanpa lengan berwarna hitam yang
tengah bersama teman-temannya, ia duduk dekat Bar...” tunjuk Jo
menginformasikan pada sang pelayan yang disambut dengan anggukan kepala.
“Buatlah
minuman serupa dengan yang dinikmatinya dan tambahkan bubuk ini kedalam minuman
itu sebelum kau memberikan padanya, dan pastikan ia meminumnya,” lanjut Jo menginstruksi
seraya menyerahkan sebuah bungkusan plastik bening berisi bubuk putih ke tangan
pelayan tadi.
“Dan
ingat jangan sampai ada yang menghetahui tindakanmu, ini bayaranmu, sekarang
pergilah dan jangan coba-coba menipuku kalau kau masih sayang nyawamu,” lanjutnya
lagi yang juga disertai ancaman, sembari menyerahkan sebuah amplop yang dengan
jelas terlihat berisi uang tunai karena bentuknya cukup tebal.
“Baik
Tuan, saya mengerti, permisi” balas pelayan itu sebelum berlalu.
‘Bersiap-siaplah Mad, malam ini
kita akan bersenang-senang’ batin Jo seraya menampakkan senyum
jahatnya. Ia sangat berkeyakinan malam ini apa yang telah direncanakan
jauh-jauh hari akan segera terlaksana, semua lantaran ia sudah terlalu lama mendamba
wanita itu. Bukan sehari atau dua hari ia menguntit Madlyn namun hampir setiap
hari selama setahun belakangan ini ia selalu memata-matai wanita yang sejak
lama dipujanya itu, tapi sekaligus juga sangat dibencinya kini. Hingga ia
memutuskan melaksanakan aksinya malam ini untuk merusak wanita itu dengan cara
menjebak Madlyn untuk dapat menjadi miliknya walau hanya satu malam.
“Ayolah
Mad, hanya segelas saja kau tidak akan mabuk, percaya padaku” desak Sarah, teman
wanita tersebut yang sedari tadi tengah diapit oleh dua orang pria seperti
kebiasaannya bila datang ke Club, seraya menawarkan segelas minuman yang baru
saja ia tuang dari botol ketiga pesanannya.
“Benar
Mad, ini sebagai bukti persahabatan kita,” sambung Christine teman lainnya yang
tubuhnya sudah menjadi sasaran tangan jahil pria yang duduk disampingnya,
terbukti dengan pakaiannya yang acak-acakan dan hampir memperlihatkan bagian
tubuhnya yang seharusnya ia tutupi. Ia satu fakultas dengan Sarah, meski tidak
begitu akrab tapi Madlyn cukup mengenalnya lantaran mereka pernah satu kampus
dulu.
“C’mon
Mad, jangan hanya meminum sari buah, jadikan malam ini pengecualian, bukankah
kita sudah lama tidak bertemu” timpal Luise teman satu kampusnya juga namun lagi-lagi
ia merupakan teman Sarah.
“Satu
gelas saja Mad, please jangan ditolak, sekali-sekali kau butuh mabuk untuk
melupakan rasa sakit atas kehilangan tunanganmu...” bujuk Sarah lagi yang tidak
sengaja mengingatkan akan kesedihan Madlyn, mungkin karena ia sudah mulai mabuk.
Sudah hampir delapan tahun ini Madlyn merasakan duka yang teramat dalam, akibat
kematian Dastan-kekasihnya setelah hampir saja keduanya menikah, beberapa bulan
sesudah kelulusan S2 mereka. Dan sejak saat itu pula hingga kini, Maddy selalu
menjaga jarak dengan makhluk lawan jenisnya, karena ia masih belum bisa
mengantikan sosok Dastan dihatinya.
“Sarah,
sejak dulu kau memang tidak bisa menjaga mulutmu,” hardik Jessica sahabat yang
cukup dekat dengannya dulu, namun setelah lulus kuliah mereka berpisah lantaran
Jessy kembali ke Portland tempat orangtuanya tinggal, dan baru malam ini mereka
semua mengadakan berkumpul setelah hampir delapan tahun terpisah dalam acara
reuni yang diusulkan Sarah. Walau selama waktu tersebut mereka masih sesekali
berkomunikasi dan saling menghetahui keadaan satu sama lain, meski jarak telah
memisahkan mereka.
“Maaf
Mad, aku tidak bermaksud...” ucap Sarah mengambang .
“Sudahlah
tidak masalah, baiklah ini demi persahabatan kita dan untuk malam reuni kita,
mari kita bersulang,” ucap Madlyn mencoba tegar seraya meraih dan meneguk
minuman yang diberikan Sarah. Setelah itu ia kembali meminum minumannya sendiri
lagi untuk menghilangkan rasa pahit vodka yang tidak pernah ia suka di mulutnya.
Hiruk-pikuk
pengunjung Club itu bertambah ramai semakin malamnya, apalagi ditambah dentuman
musik dengan irama menghentak sebagai pengiring para pengunjung yang sedari
tadi masih asik memenuhi lantai dansa. Berpuluh pasangan muda-mudi, wanita-pria
saling bergerak, mengoyangkan tubuh mereka mengikuti irama musik yang di pandu
Disc Jokey, dengan gerakan tangan dan kaki yang tidak beraturan. Suasana bising
disana membuat setiap orang terlena dengan dunianya masing-masing, sehingga
sangat mendukung seseorang yang mempunyai niat buruk dapat terlaksana tanpa
sepenghetahuan orang lain. Tidak lama kemudian tampak Madlyn yang mulai masuk
ke dalam perangkap Jo, terbukti dengan gelas minuman yang diberikan oleh
pelayan bayarannya tadi telah diteguknya, hingga menyisakan seperempat saja
dari isi gelasnya.
“Bersiaplah
Madlyn Antonio, aku akan menunggu sampai teman-temanmu itu lengah,” bisik Jo
yang sejak tadi tidak melepaskan pandangannya dari sosok wanita itu.
Namun
dibalik semua rencana yang telah ia susun dengan matang itu, Jo tidak menyadari
jika dirinya pun tengah menjadi objek pengamatan oleh sesosok pria lain yang secara
tidak sengaja menangkap gerak-gerik mencurigakan yang ia tunjukkan, ketika tadi
sedang berbicara dengan pelayan yang dibayarnya. Pria tersebut duduk tidak jauh
darinya, bersama seorang pengawal setianya yang duduk di dekatnya dan juga tiga
orang wanita penghibur yang menemani acara minum mereka. Dan secara tidak
langsung kelompok Madlyn yang menjadi objek pengawasan Jo itu kini juga telah menarik
perhatiannya.
Kembali
kelantai bawah, terlihat tiga orang dari teman Madlyn yang menjadi tampak
beranjak pergi dengan masing-masing teman pria mereka, dan menyisakan ia dan
Jessy yang sejak tadi terlihat sengaja menolak pria-pria yang mencoba mendekati
mereka.
“Jes
aku ke toilet sebentar ya?” ucap Madlyn pada Jessy yang sudah terlihat mabuk.
Dan
melihat perubahan di wajah Jo, pria yang ikut memperhatikannya tadi jadi
mengerti bahwa wanita bergaun hitam itulah target incaran Jo. Setelah menghetahui
hal itu, maka ia berpamitan pada pengawalnya untuk turun ke lantai bawah dengan
cara berbisik, dan meninggalkan para wanita yang sedari tadi coba merayunya
pada sang pengawal.
“Mau
kemana kau Mad?” tanya Jessy dengan tubuh yang terhuyung di sofa.
“Aku
ke toilet dulu Jes, aku tidak akan lama” jawabnya kemudian.
“Ok
tapi jangan lama-lama Mad, yang lain sudah pergi berkencan dengan one night
stand mereka, kuharap kau satu-satunya sahabat yang masih mau menemaniku,”
balas temannya yang bernama Jessica itu.
“Tampaknya
kau sudah mabuk Jes, setelah aku kembali kita akan pulang, aku juga sudah
merasa sedikit pusing,” sahutnya sebelum berlalu meninggalkan temannya yang
terus meracau tidak jelas karena pengaruh alkohol yang tengah diminumnya sejak
mereka tiba, entah sudah berapa gelas yang telah masuk ke dalam perutnya
sepanjang malam itu.
‘Seharusnya aku tadi tidak menerima
tawaran meminum vodka dari Sarah, mungkin sakit di kepalaku ini pengaruh dari
minuman itu, tapi Sarah dan yang lain tadi sangat memaksaku untuk mencicipi minuman
itu, ahh mengapa aku sebodoh ini?’ pikir wanita itu dalam
perjalanannya ke toilet dengan sedikit terhuyung dan menyentuh kepalanya, dan
ia tidak menyadari jika ada seorang pria dengan mata abu-abu tengah
mengikutinya dari belakang dengan menjaga jarak darinya. Dan setelah wanita itu
keluar dari dalam toilet, tiba-tiba saja serangan sakit dikepalanya semakin
menjadi, dan juga ia merasa kedua kakinya sudah tidak kuat lagi menopang berat
tubuhnya, hingga ia pun akhirnya kehilangan kesadaran dan terjatuh tepat di
depan pintu toilet tersebut. Lalu dengan tidak berfikir lama pria yang berada
dibelakangnya itu segera mengangkat tubuh lemah wanita itu menuju ke mobilnya
melalui pintu belakang Club yang letaknya searah dengan toilet, namun sebelum
ia mengemudikan mobilnya ia sempat menelpon seseorang.
“Brandon,
tolong kau urus wanita mabuk yang tersisa di dalam tadi, gunakan taksi dan antarkan
dia pulang sementara aku mengurus temannya...”.
“Siap
Boss,” jawab suara diseberang telepon yang tak lain adalah pengawal setia dari
pria bermata abu-abu itu.
Sementara
di dalam Club tepatnya dilantai dua, Jo mulai tampak panik. Bagaimana tidak?
karena sudah hampir setengah jam berlalu Madlyn belum juga kembali ke tempatnya,
ditambah tadi ia melihat sesosok pria dengan tubuh kekar tengah mengendong
teman wanitanya yang tengah tergeletak di sofa, dan membawanya pergi menuju
pintu keluar Club. Maka dengan langkah tergesa Jo segera turun dan menuju ke
arah toilet untuk mencari Madlyn, namun malam itu lagi-lagi kesialan yang ia dapatkan
lantaran wanita tersebut sudah tidak ada di sana.
***