SATU
Senin
pagi menjelang akhir tahun, kesibukan Arini menjadi bertambah. Hal ini
dikarenakan ia harus mulai menyusun laporan tahunan. Meskipun masih satu bulan
kedepan lagi, tapi pekerjaan yang harus diselesaikan sudah menumpuk diatas
mejanya. Jabatannya sebagai Manager untuk devisi pemasaran di sebuah perusahaan
retail, akhir-akhir ini selalu membuatnya lembur. Entah di kantor maupun
dirumah, sebab jika ada pekerjaan yang belum selesai saat jam lemburnya habis,
ia pun membawa serta pekerjaannya itu
pulang.
Ditengah
kesibukannya di depan komputer saat itu, tiba-tiba bunyi telepon di meja
kerjanya membuat Arini terkejut. Meski sempat mengumpat pelan, tapi segera diraihnya
juga gagang telepon itu.
“Selamat
pagi, dengan Arini, ada yang bisa dibantu?” sapa khasnya pada si penelpon.
“Pagi
Mba maaf menganggu, Mba Rini diminta menghadap Pak Bambang sekarang ya,” suara
Susi- sekretaris bos besar, yang sudah sangat familiar terdengar dari seberang.
“Sekarang
Sus?,” tanyanya iseng.
“Ya
iyalah Mba, masa tahun depan, Mba ini ada-ada aja,” balas Susi kemudian.
“Oh
kirain, just kidding Sus,”.
“Iya
Mba, it’s ok, ditunggu diruangan bos secepatnya ya Mba?” lanjut Susi lagi.
“Ok
sip, aku kesana sekarang,”.
“Pagi
Mba Rin,” dan sambungan telepon pun terputus setelah Arini membalas salam penutup
dari Susi itu.
Sasampainya
diruangan Pak Bambang, direktur perusahaan tempat Arini bekerja, ia pun
dipersilahkan untuk duduk dihadapan atasannya itu.
“Apa
posisi asistenmu masih belum terisi Rin?” tanya Pak Bambang kemudian.
“Belum
Pak, setelah Wiwit resign dua bulan yang lalu, pihak personalia masih belum mendapat
pelamar yang cocok untuk menggantikannya,” jawab Arini menjelaskan yang
disambut anggukan kepala pria setengah baya itu.
“Nanti
siang akan ada seseorang yang akan mengisi posisi itu, namanya Ade Irawan, sebenarnya
dia keponakan saya yang baru datang dari Jogja, masih fresh graduate dari UGM,
jadi saya minta kamu nanti bersedia membimbingnya saat dia bergabung dengan
perusahaan ini, sekarang dia masih mengurus berkas kepindahannya disini,” lanjut
atasan Arini lagi.
“Baik
Pak, saya akan siap membantunya nanti,”.
“Ok
saya selalu bisa mengandalkanmu Rin, kalau begitu kamu bisa kembali ke
ruanganmu, saya tahu pekerjaanmu saat ini menjadi bertambah semenjak asistenmu
berhenti, tapi setelah Ade datang nanti, kamu bisa mulai membagi tugasmu
dengannya, sekalian juga kamu mengajarinya tentang pekerjaan yang ada di devisi
pemasaran,”.
“Baik
Pak, kalau begitu saya permisi dulu,” pamit Arini kemudian setelah mendapat
izin untuk meninggalkan ruangan atasannya tersebut untuk kembali melanjutkan
pekerjaannya yang sempat tertunda tadi.
Menjelang
pukul sepuluh tepat, Pak Jaka dari bagian personalia datang menemui Arini,
dengan membawa seorang pria muda di belakang beliau, dan Arini menyimpulkan
bahwa laki-laki itu adalah keponakan Pak Bambang yang dimaksud tadi pagi.
“Rin,
perkenalkan ini Ade Irawan, karyawan baru yang akan menjadi asistenmu mulai
dari sekarang, dan Ade, ini Manager Pemasaran yang akan menjadi atasan kamu, dia
Arini Puspitasari,” ucap Pak Jaka memperkenalkan
mereka berdua. Arini pun segera menyambut uluran tangan laki-laki yang akan
menjadi rekan barunya itu.
“Saya
Ade Irawan Bu, mohon bantuan dan bimbingannya,”.
“Arini,
panggil Mba aja, semoga betah kerja disini ya,” balas Arini kemudian.
“Iya
Mba, maaf,”.
“Karena
kalian sudah berkenalan, jadi saya permisi dulu ya Rin, saya serahkan dia
dibawah pengawasanmu sekarang, dan Ade kamu selamat bekerja ya,” lanjut Pak
Jaka lagi yang bersiap meninggalkan ruangan itu.
“Baik
Pak, terimakasih,” balas Arini dan Ade secara bersamaan, mereka sempat saling
pandang karena tidak menyangka akan mengatakan kata-kata itu dengan kompak.
Sementara Pak Jaka hanya tersenyum melihatnya sebelum berlalu.
Setelah
kepergian Pak Jaka dari ruangan itu, disana kini hanya menyisakan mereka
berdua. Ruangan tersebut memang hanya ditempati oleh Manager bagian Pemasaran,
yaitu Arini sendiri dan asistennya, yang kini posisi tersebut akan diisi oleh
keponakan Pak Bambang yang bernama Ade Irawan itu. Karena untuk staff devisi
pemasaran yang lain, mereka menempati kubikel-kubikel yang ada diluar ruangan
tersebut.
Jika
dilihat dari penampilan fisiknya sih, Ade ini bisa dibilang sempurna, wajahnya
cukup tampan dengan kulit sawo matang, tinggi badan sekitar 170-an cm, dan ada
lesung pipi yang terlihat diwajahnya
saat ia tersenyum. Meski dia memiliki usia yang cukup jauh dari Arini,
tapi saat melihatnya Arini sempat tersenyum-senyum sendiri. Entah apa yang ada
di pikirannya saat itu?, tapi wanita itu tampaknya mulai tertarik dengan
asisten barunya tersebut. ‘Astaga, ada
apa dengan kamu Arini?, laki-laki itu, dia berondong Rin?, jerit suara
hatinya.
“Mba,
Mba Arini, Mba...” akhirnya panggilan itu membawanya kembali ke alam nyatanya.
Sontak dengan ekspresi setengah terkejut, ia mulai menjaga sikapnya dihadapan
laki-laki yang tengah memanggilnya tadi.
“Maaf
Mba, saya hanya ingin menanyakan, apa yang bisa saya kerjakan untuk membantu
Mba?,” lanjut Ade yang ternyata sejak tadi masih berdiri di hadapan meja kerja
Arini, setelah wanita itu kembali ke tempatnya tadi sepeninggalan Pak Jaka.
“Oh
maaf ya Ade, aku sedang memikirkan sesuatu tadi, sampai lupa dengan kamu,”
balasnya kini mulai beranjak dari tempatnya dan kembali menghampiri asisten
barunya itu.
“Ini
meja kerja kamu, dan selama menjadi asisten Manager Pemasaran, tempat ini akan
jadi daerah kekuasaanmu, jadi komputer, telepon dll yang ada di meja ini semua
bisa kamu pakai untuk menunjang pekerjaanmu, dan disamping itu lemari arsip
yang menyimpan berkas-berkas laporan untuk devisi kita,” lanjutnya sembari
mengajak Ade menuju ke meja kerja lainnya yang ada diruangan tersebut, dan
sedikit menjelaskan keadaan disekitarnya.
“Iya
Mba, terus selanjutnya apa yang bisa saya bantu?” tanya Ade kemudian.
“Ok
pertama-tama, biar kita lebih enak komunikasinya, maksudnya biar cepat akrab
kita nggak usah pakai bahasa formal, ini berlaku buat semua karyawan di bawah
devisiku kok, kita pakai bahasa santai aja, tapi kalau untuk pekerjaan kita
tetep harus mengerjakannya dengan serius, gimana? setuju kan?”.
“Iya
Mba, kalau begitu kita pakai aku-kamu aja ya?”.
“Ok
sip, dan untuk tugas pertama, nanti kamu bisa lihat laporan harian dan mingguan
untuk bulan ini dulu, sembari belajar, kalau ada yang nggak kamu ngerti nanti
bisa kamu tanya ke aku, datanya nanti aku kirim ke komputer kamu, dan untuk
berkasnya nanti aku serahin kamu untuk kamu pelajari dulu, apa sudah jelas?”
lanjut Arini.
“Iya
Mba, kalau nanti binggung, kan bisa tanya sama Mba?” sahut Ade kemudian.
“Ok,
sekarang kamu bisa langsung bekerja, nyalakan komputermu dulu, aku ambilkan
berkas yang harus kamu pelajari,” Arini pun berlalu ke meja kerjanya untuk
mengambil beberapa berkas yang ada disana, seiring dengan Ade yang juga
beranjak menempati meja kerja barunya, dan mulai mengikuti instruksi yang
diberikan Arini.
Dan
begitulah hari itu, dilewati Arini dengan perasaan senang lantaran ia kini
mendapat rekan kerja baru. Bukan hanya itu, selain Ade nantinya akan membuat
pekerjaannya terbantu, tapi kehadiran laki-laki itu, kini membuatnya semakin
semangat untuk bekerja. Bagaimana tidak?, selama ini memang Wiwit-asisten
lamanya itu tidak pernah memiliki masalah dengan pekerjaannya, tapi dulu
suasana ruangannya selalu penuh dengan keseriusan, lantaran mereka berdua sosok
wanita yang termasuk workaholic, jadi suasana tampak membosankan.
Sedangkan
dengan kehadiran Ade, meski Arini masih harus membimbingnya dalam urusan
pekerjaan, tapi kehadirannya yang notabene seorang berondong tampan, kini Arini
merasa ruangan kerjanya terasa lebih berwarna. Karena ia bisa setiap hari
berada satu ruangan dengan laki-laki itu, walau wajahnya kalah jauh jika
dibandingkan dengan Oppa Won Bin- idolanya. Namun tetap saja Ade itu merupakan
pemandangan yang tidak layak untuk diabaikan begitu saja. ‘Wah Arini, apa kamu sudah begitu terobsesi dengan lawan jenis karena
status jomblo-mu?, sampai-sampai kamu tidak lagi melihat standar kelayakan
laki-laki yang akan kamu taksir, dia itu berondong Rin?, ingat be-ron-dong,
yang artinya usia kalian..., suara batinnya kembali mengingatkannya.
Meski
begitu Arini tetap tidak perduli, yang ada dipikirannya sekarang hanya Ade, dia
sangat menyukai laki-laki itu. Dan ia akan berusaha untuk tidak kalah dengan
tantangan sahabatnya, yang menginginkannya menemukan laki-laki yang bisa dikenalkan
pada Bundanya dalam waktu dekat.
Dan
mungkin dia bisa meminta bantuan Ade untuk itu, karena Arini kini telah
memikirkan sebuah ide yang berkaitan dengan hal itu. Atau mungkin saja, Ade itu
sengaja dikirim Tuhan, untuk membantu menyelesaikan masalahnya, meski nantinya
ia harus menanggung segala resikonya.
Ia
sudah sangat frustrasi, jika nanti harus menerima jodoh yang dipilihkan
sahabatnya itu. Sebab, rata-rata pilihannya pasti tidak jauh-jauh dari
laki-laki mapan yang sangat membosankan. Dan Arini sangat tidak ingin memiliki
pasangan hidup yang seperti itu, meski ia berharap akan ada laki-laki mapan
yang tidak membosankan seperti Oppa Won Bin-nya, tapi itu semua kan hanya
impiannya saja.
Ah
Arini, semoga status high quality jomblo-mu cepat berganti dengan status baru
sebagai seorang istri, ingat say usiamu itu sudah memasuki zona berbahaya
sebagai ‘the virgin women.
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar