Selasa, 12 Januari 2016

When She Looking For Love - SATU


SATU

Senin pagi menjelang akhir tahun, kesibukan Arini menjadi bertambah. Hal ini dikarenakan ia harus mulai menyusun laporan tahunan. Meskipun masih satu bulan kedepan lagi, tapi pekerjaan yang harus diselesaikan sudah menumpuk diatas mejanya. Jabatannya sebagai Manager untuk devisi pemasaran di sebuah perusahaan retail, akhir-akhir ini selalu membuatnya lembur. Entah di kantor maupun dirumah, sebab jika ada pekerjaan yang belum selesai saat jam lemburnya habis, ia pun  membawa serta pekerjaannya itu pulang.
Ditengah kesibukannya di depan komputer saat itu, tiba-tiba bunyi telepon di meja kerjanya membuat Arini terkejut. Meski sempat mengumpat pelan, tapi segera diraihnya juga gagang telepon itu.
“Selamat pagi, dengan Arini, ada yang bisa dibantu?” sapa khasnya pada si penelpon.
“Pagi Mba maaf menganggu, Mba Rini diminta menghadap Pak Bambang sekarang ya,” suara Susi- sekretaris bos besar, yang sudah sangat familiar terdengar dari seberang.
“Sekarang Sus?,” tanyanya iseng.
“Ya iyalah Mba, masa tahun depan, Mba ini ada-ada aja,” balas Susi kemudian.
“Oh kirain, just kidding Sus,”.
“Iya Mba, it’s ok, ditunggu diruangan bos secepatnya ya Mba?” lanjut Susi lagi.
“Ok sip, aku kesana sekarang,”.
“Pagi Mba Rin,” dan sambungan telepon pun terputus setelah Arini membalas salam penutup dari Susi itu.
Sasampainya diruangan Pak Bambang, direktur perusahaan tempat Arini bekerja, ia pun dipersilahkan untuk duduk dihadapan atasannya itu.
“Apa posisi asistenmu masih belum terisi Rin?” tanya Pak Bambang kemudian.
“Belum Pak, setelah Wiwit resign dua bulan yang lalu, pihak personalia masih belum mendapat pelamar yang cocok untuk menggantikannya,” jawab Arini menjelaskan yang disambut anggukan kepala pria setengah baya itu.
“Nanti siang akan ada seseorang yang akan mengisi posisi itu, namanya Ade Irawan, sebenarnya dia keponakan saya yang baru datang dari Jogja, masih fresh graduate dari UGM, jadi saya minta kamu nanti bersedia membimbingnya saat dia bergabung dengan perusahaan ini, sekarang dia masih mengurus berkas kepindahannya disini,” lanjut atasan Arini lagi.
“Baik Pak, saya akan siap membantunya nanti,”.
“Ok saya selalu bisa mengandalkanmu Rin, kalau begitu kamu bisa kembali ke ruanganmu, saya tahu pekerjaanmu saat ini menjadi bertambah semenjak asistenmu berhenti, tapi setelah Ade datang nanti, kamu bisa mulai membagi tugasmu dengannya, sekalian juga kamu mengajarinya tentang pekerjaan yang ada di devisi pemasaran,”.
“Baik Pak, kalau begitu saya permisi dulu,” pamit Arini kemudian setelah mendapat izin untuk meninggalkan ruangan atasannya tersebut untuk kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda tadi.
Menjelang pukul sepuluh tepat, Pak Jaka dari bagian personalia datang menemui Arini, dengan membawa seorang pria muda di belakang beliau, dan Arini menyimpulkan bahwa laki-laki itu adalah keponakan Pak Bambang yang dimaksud tadi pagi.
“Rin, perkenalkan ini Ade Irawan, karyawan baru yang akan menjadi asistenmu mulai dari sekarang, dan Ade, ini Manager Pemasaran yang akan menjadi atasan kamu, dia Arini Puspitasari,” ucap Pak Jaka  memperkenalkan mereka berdua. Arini pun segera menyambut uluran tangan laki-laki yang akan menjadi rekan barunya itu.
“Saya Ade Irawan Bu, mohon bantuan dan bimbingannya,”.
“Arini, panggil Mba aja, semoga betah kerja disini ya,” balas Arini kemudian.
“Iya Mba, maaf,”.
“Karena kalian sudah berkenalan, jadi saya permisi dulu ya Rin, saya serahkan dia dibawah pengawasanmu sekarang, dan Ade kamu selamat bekerja ya,” lanjut Pak Jaka lagi yang bersiap meninggalkan ruangan itu.
“Baik Pak, terimakasih,” balas Arini dan Ade secara bersamaan, mereka sempat saling pandang karena tidak menyangka akan mengatakan kata-kata itu dengan kompak. Sementara Pak Jaka hanya tersenyum melihatnya sebelum berlalu.
Setelah kepergian Pak Jaka dari ruangan itu, disana kini hanya menyisakan mereka berdua. Ruangan tersebut memang hanya ditempati oleh Manager bagian Pemasaran, yaitu Arini sendiri dan asistennya, yang kini posisi tersebut akan diisi oleh keponakan Pak Bambang yang bernama Ade Irawan itu. Karena untuk staff devisi pemasaran yang lain, mereka menempati kubikel-kubikel yang ada diluar ruangan tersebut.
Jika dilihat dari penampilan fisiknya sih, Ade ini bisa dibilang sempurna, wajahnya cukup tampan dengan kulit sawo matang, tinggi badan sekitar 170-an cm, dan ada lesung pipi yang terlihat diwajahnya  saat ia tersenyum. Meski dia memiliki usia yang cukup jauh dari Arini, tapi saat melihatnya Arini sempat tersenyum-senyum sendiri. Entah apa yang ada di pikirannya saat itu?, tapi wanita itu tampaknya mulai tertarik dengan asisten barunya tersebut. ‘Astaga, ada apa dengan kamu Arini?, laki-laki itu, dia berondong Rin?, jerit suara hatinya.    
“Mba, Mba Arini, Mba...” akhirnya panggilan itu membawanya kembali ke alam nyatanya. Sontak dengan ekspresi setengah terkejut, ia mulai menjaga sikapnya dihadapan laki-laki yang tengah memanggilnya tadi.
“Maaf Mba, saya hanya ingin menanyakan, apa yang bisa saya kerjakan untuk membantu Mba?,” lanjut Ade yang ternyata sejak tadi masih berdiri di hadapan meja kerja Arini, setelah wanita itu kembali ke tempatnya tadi sepeninggalan Pak Jaka.
“Oh maaf ya Ade, aku sedang memikirkan sesuatu tadi, sampai lupa dengan kamu,” balasnya kini mulai beranjak dari tempatnya dan kembali menghampiri asisten barunya itu.
“Ini meja kerja kamu, dan selama menjadi asisten Manager Pemasaran, tempat ini akan jadi daerah kekuasaanmu, jadi komputer, telepon dll yang ada di meja ini semua bisa kamu pakai untuk menunjang pekerjaanmu, dan disamping itu lemari arsip yang menyimpan berkas-berkas laporan untuk devisi kita,” lanjutnya sembari mengajak Ade menuju ke meja kerja lainnya yang ada diruangan tersebut, dan sedikit menjelaskan keadaan disekitarnya.  
“Iya Mba, terus selanjutnya apa yang bisa saya bantu?” tanya Ade kemudian.
“Ok pertama-tama, biar kita lebih enak komunikasinya, maksudnya biar cepat akrab kita nggak usah pakai bahasa formal, ini berlaku buat semua karyawan di bawah devisiku kok, kita pakai bahasa santai aja, tapi kalau untuk pekerjaan kita tetep harus mengerjakannya dengan serius, gimana? setuju kan?”.
“Iya Mba, kalau begitu kita pakai aku-kamu aja ya?”.
“Ok sip, dan untuk tugas pertama, nanti kamu bisa lihat laporan harian dan mingguan untuk bulan ini dulu, sembari belajar, kalau ada yang nggak kamu ngerti nanti bisa kamu tanya ke aku, datanya nanti aku kirim ke komputer kamu, dan untuk berkasnya nanti aku serahin kamu untuk kamu pelajari dulu, apa sudah jelas?” lanjut Arini.
“Iya Mba, kalau nanti binggung, kan bisa tanya sama Mba?” sahut Ade kemudian.
“Ok, sekarang kamu bisa langsung bekerja, nyalakan komputermu dulu, aku ambilkan berkas yang harus kamu pelajari,” Arini pun berlalu ke meja kerjanya untuk mengambil beberapa berkas yang ada disana, seiring dengan Ade yang juga beranjak menempati meja kerja barunya, dan mulai mengikuti instruksi yang diberikan Arini.
Dan begitulah hari itu, dilewati Arini dengan perasaan senang lantaran ia kini mendapat rekan kerja baru. Bukan hanya itu, selain Ade nantinya akan membuat pekerjaannya terbantu, tapi kehadiran laki-laki itu, kini membuatnya semakin semangat untuk bekerja. Bagaimana tidak?, selama ini memang Wiwit-asisten lamanya itu tidak pernah memiliki masalah dengan pekerjaannya, tapi dulu suasana ruangannya selalu penuh dengan keseriusan, lantaran mereka berdua sosok wanita yang termasuk workaholic, jadi suasana tampak membosankan.
Sedangkan dengan kehadiran Ade, meski Arini masih harus membimbingnya dalam urusan pekerjaan, tapi kehadirannya yang notabene seorang berondong tampan, kini Arini merasa ruangan kerjanya terasa lebih berwarna. Karena ia bisa setiap hari berada satu ruangan dengan laki-laki itu, walau wajahnya kalah jauh jika dibandingkan dengan Oppa Won Bin- idolanya. Namun tetap saja Ade itu merupakan pemandangan yang tidak layak untuk diabaikan begitu saja. ‘Wah Arini, apa kamu sudah begitu terobsesi dengan lawan jenis karena status jomblo-mu?, sampai-sampai kamu tidak lagi melihat standar kelayakan laki-laki yang akan kamu taksir, dia itu berondong Rin?, ingat be-ron-dong, yang artinya usia kalian..., suara batinnya kembali mengingatkannya.
Meski begitu Arini tetap tidak perduli, yang ada dipikirannya sekarang hanya Ade, dia sangat menyukai laki-laki itu. Dan ia akan berusaha untuk tidak kalah dengan tantangan sahabatnya, yang menginginkannya menemukan laki-laki yang bisa dikenalkan pada Bundanya dalam waktu dekat.
Dan mungkin dia bisa meminta bantuan Ade untuk itu, karena Arini kini telah memikirkan sebuah ide yang berkaitan dengan hal itu. Atau mungkin saja, Ade itu sengaja dikirim Tuhan, untuk membantu menyelesaikan masalahnya, meski nantinya ia harus menanggung segala resikonya.
Ia sudah sangat frustrasi, jika nanti harus menerima jodoh yang dipilihkan sahabatnya itu. Sebab, rata-rata pilihannya pasti tidak jauh-jauh dari laki-laki mapan yang sangat membosankan. Dan Arini sangat tidak ingin memiliki pasangan hidup yang seperti itu, meski ia berharap akan ada laki-laki mapan yang tidak membosankan seperti Oppa Won Bin-nya, tapi itu semua kan hanya impiannya saja.
Ah Arini, semoga status high quality jomblo-mu cepat berganti dengan status baru sebagai seorang istri, ingat say usiamu itu sudah memasuki zona berbahaya sebagai ‘the virgin women.


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CERPEN - MENGGENANG BIDADARI

     Samarinda hari ini gerimis      Meski kemarin sangat panas      Cuaca mudah sekali berubah      Seperti hati...      Yang selal...