Kamis, 14 Januari 2016

Jalan Takdir - PROLOG


Prolog

Minggu pagi yang cerah, disebuah rumah tampak seorang pria tengah duduk di depan televisi yang sedang menyajikan berita.
“Mas, Mas Ahmad...?” panggil seorang wanita yang datang dari arah dapur, pada pria yang tengah duduk santai di sofa berulang kali, kini wanita berkerudung itu lebih mendekat dan menyentuh pundak sang pria. Meski wajahnya tertuju pada layar televisi yang tengah menyala dihadapannya, namun wanita itu tahu jika pria itu tidak sedang menyimak apa yang tersiar disana.
“Eh sayang, apa nasi gorengnya sudah siap?” respon pria itu kaget, sedari tadi ia memang tengah terbuai dalam alam pikirannya.
“Iya Mas, Mas lagi melamun ya? dari tadi aku panggil-panggil tidak menjawab, sarapannya sudah aku siapkan,” balas wanita bernama Mayang itu lagi, masih diposisi berdiri disamping sang pria. Ia memang telah selesai memasak menu sarapan pagi itu, yang walaupun mereka memiliki asisten rumah tangga dirumah, tapi bagi Mayang ia akan berusaha sebisa mungkin untuk melayani pria yang menjadi suaminya itu, sebaik yang dapat ia lakukan untuk menunjukkan kasih sayang dan perhatiannya. Walau itu hanya dilakukannya saat weekend saja, secara dihari lain keduanya akan disibukkan dengan rutinitas pekerjaan masing-masing.
“Maaf ya sayang, aku tadi lagi mikir sesuatu jadi tidak tahu kalau kamu panggil, sekarang kita makan yuk, aku sudah lapar habis lari tadi pagi,” sahutnya pada istrinya itu, lalu beranjak berdiri dan menuju ke arah ruang makan yang menjadi satu dengan dapur dirumah mereka.
“Sebenarnya apa yang sedang menganggu pikiran Mas? akhir-akhir ini aku lihat Mas sering  melamun?” tanya Mayang disela-sela menikmati sarapan bersama suaminya itu.
“Hanya masalah pekerjaan,” jawab Ahmad singkat.
“Mas ingat sudah berapa lama kita menikah?” lanjut istrinya.
“Kenapa kamu tanya begitu May?”.
“Apa Mas lupa kalau kita sudah hampir tiga tahun hidup bersama?, jadi aku bisa tahu kalau Mas sekarang sedang berbohong dan menyembunyikan sesuatu, beberapa hari belakangan ini aku mencoba untuk memberi Mas kesempatan untuk jujur dengan sendirinya, tapi sampai hari ini Mas masih mau memberitahu apa yang menganggu pikiran Mas itu?, apa peran aku sebagai istri sudah tidak bisa menjadi teman berbagimu lagi?” jelas Mayang dengan lemah lembut, ia tahu suaminya tengah memikirkan sesuatu yang bukan berkaitan dengan pekerjaannya, instingnya sebagai wanita yang sudah hidup serumah sekian lama dengan pria itu, tidak dapat diabaikan.
Mayang memang bukan tipe wanita yang suka menuntut sesuatu dengan mengebu, ia selalu bisa menahan dirinya. Mungkin hikmah dari shaum sunnah yang sering dikerjakannya sejak remaja dulu, mampu membentuk pribadinya yang penuh kesabaran seperti itu.
“Maafin Mas ya, sebenarnya aku tidak berniat menyembunyikan apapun dari kamu May, tapi Mas takut kalau sampai kamu tahu, kamu juga akan kepikiran,” balas suaminya yang hampir selesai menyantap menu sarapannya.
“Mas, bukan sudah selayaknya jika suami istri itu saling berbagi dalam segala hal?, entah itu suka atau duka, untuk saling membantu dan meringankan beban masing-masing,” Mayang pun tampak telah menghabiskan makanan yang ada di piringnya, ia meraih segelas air di sampingnya dan meneguknya sebelum kembali memperhatikan Ahmad yang duduk di hadapannya.
“Kamu memang istri aku yang sangat istimewa sayang, tapi kita shalat Dhuha dulu ya, setelah itu Mas janji akan menceritakan semua sama kamu,” sahut Ahmad seraya beranjak dari tempat duduknya yang kemudian diikuti oleh istrinya sembari mengumpulkan piring dan gelas bekas makan mereka tadi.
“Aku cuci piring dulu sebentar, Mas duluan ke musholanya,” sahut Mayang.
“Lho Mba Sumi mana? dari tadi tidak kelihatan, biasanya dia selalu membantu kalau kamu di dapur?”.
“Tadi waktu Mas berangkat lari pagi, Mba Sum berangkat ke pasar dan belum pulang,” jawabnya lagi seraya berlalu menuju ke tempat cuci piring.
“Oo...”.
“Sudah Mas Dhuha duluan saja, nanti aku menyusul...” lanjut Mayang tanpa menengok dan tetap asik dengan pekerjaannya mencuci.
“Iya sayang, ini juga aku sudah mau jalan,” balas suaminya sebelum berlalu meninggalkan ruang makan menuju ke mushola yang ada dirumah mereka.

***


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

CERPEN - MENGGENANG BIDADARI

     Samarinda hari ini gerimis      Meski kemarin sangat panas      Cuaca mudah sekali berubah      Seperti hati...      Yang selal...